Jumat, 23 Maret 2012

Subsidi BBM Lampaui Batas Kewajaran

Yogyakarta: Subsidi bahan bakar minyak sudah melampaui batas kewajaran, terutama pada 2011. "Pemerintah menetapkan subsidi bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp129,7 triliun pada APBN Perubahan 2011, tetapi realisasinya mencapai Rp160 triliun, meningkat sebesar 23,4 persen," kata peneliti dari Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rimawan Pradiptyo.
Menurut Rimawan, ketidakwajaran itu terjadi karena konsep subsidi yang salah, yakni penerapan pada komoditas dan bukan pada individu atau kelompok sasaran. Pengawasan penerapan aturan subsidi BBM ini sangat lemah selama ini.

"Akibatnya, subsidi salah sasaran, karena subsidi lebih banyak dinikmati rumah tangga kaya daripada rumah tangga miskin," katanya. Sebagai gambaran, pemakaian BBM jenis premium yang dijual di bawah harga keekonomian, lebih banyak dinikmati kalangan menengah yang memiliki mobil berusia relatif muda lebih dari satu unit per keluarga.
Di sisi lain, tekanan ekspansi dan penetrasi pasar dari penyalur mobil sudah sangat deras terjadi yang diperkuat kenyataan kondisi dan rancang bangun sistem angkutan massal yang acak-acakan. Berbagai skema pembelian mobil secara kredit melalui leasing sangat memudahkan pembeli sementara daya dukung jalan sudah sangat pincang.
Ia mengatakan, subsidi BBM itu juga menghambat pemerintah dalam penggunaan anggaran untuk program strategis seperti program pengentasan masyarakat miskin, pembangunan infrastruktur, dan pembangunan daerah.

"Tentu saja tidak ada pelaku ekonomi yang ingin subsidi BBM yang telah dinikmati bertahun-tahun akan hilang. Pada kasus kesalahan alokasi subsidi BBM, rumah tangga dihadapkan pada pilihan antara 'tidak enak' atau 'lebih tidak enak'," katanya.
Menurut dia, hasil penelitiannya menunjukkan pilihan kebijakan yang paling dapat diterima rumah tangga adalah kebijakan penghapusan subsidi bertahap dengan realokasi untuk program alokasi spesifik.

Di sisi lain, pilihan yang paling tidak dapat diterima rumah tangga adalah kebijakan penghapusan subsidi langsung dengan realokasi untuk pembayaran utang pemerintah dan program pemerintah lainnya atau alokasi nonspesifik.
Selain itu, masyarakat yang tidak memiliki kendaraan bermotor, ternyata lebih "berani" mengambil opsi penghapusan subsidi BBM secara langsung.
Ia mengatakan, hal itu bisa dipahami karena bagi mereka yang tidak memiliki kendaraan bermotor, penghapusan subsidi BBM tidak berdampak langsung kepada mereka.

"Skema penghapusan subsidi BBM tidak terkait dengan subsidi minyak tanah, seperti pada 2005 dan 2008, sehingga dampak langsung ke rumah tangga yang tidak memiliki kendaraan bermotor cenderung minimum," katanya.
Rimawan bersama peneliti lain dari Penelitian dan Pelatihan Ekonomika dan Bisnis (P2EB) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Gumilang Aryo Sahadewo melakukan penelitian mengenai penurunan subsidi BBM dari perspektif rumah tangga.(Ant/ICH)

Sumber: Metrotvnews.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes