Selasa, 31 Januari 2012

Ada Apa dengan Perekonomian Indonesia Saat Ini?

Oleh: Rikza Adhia Nada

Banyak yang bertanya, negara Indonesia menggunakan sistem perekonomian yang seperti apa sih? Pertanyaan ini terlontar dikarenakan minimnya pengetahuan masyarakat akan sistem perekonomian yang ada. Kerena sejauh ini, masyarakat hanya ingin menikmati tanpa ingin mengetahui. Yang jelas, jika perekonomian dirasa menghasilkan kemakmuran, maka persetujuan akan sistem meningkat. Namun sebaliknya, jika kemelaratan yang menghampiri, maka huru-hara, demo, sampai hal-hal negatif bermunculan tiada henti memenuhi berita utama di layar kaca televisi.

Fenomena seperti ini sangat disayangkan sekali jika para pendemo, pembuat onar maupun para perusak tidak dapat menjawab sebuah pertanyaan: “Apakah saudara tahu sistem perekonomian yang digunakan oleh Indonesia saat ini?” mayoritas penduduk akan menjawab dengan tegas, “TIDAK TAHU!”

Maka, apa sebenarnya sistem perekonomian Indonesia saat ini? Sebelum menjawabnya, perlu diketahui jenis-jenis perekonomian yang ada di dunia, di antaranya:

a.   Sistem Ekonomi Sosialis/Komunis
Sistem ini lebih memposisikan pemerintah sebagai pusat dari segala kegiatan perekonomian, sampai mengenai hak milik pribadi pun pemerintah pusat yang berhak mengaturnya.
Dampak dari sistem ini ialah tidak adanya kepemilikan pribadi karena semuanya diatur oleh pemerintah pusat. Tidak ada orang kaya maupun miskin, karena pendangan sistem komunis berpandangan bahwa kondisi masyarakat seharusnya sama-sama rata. Dan tidak adanya kebebasan rakyat dalam menggunakan sumber daya alam.

b.   Sistem Ekonomi Kapitalis/Liberal
Sistem yang memberikan kebebasan dalam segala bentuk kegiatan perekonomian. Rakyat bebas memilih apa dan cara apa yang akan dia gunakan, sedangkan pemerintah tidak memiliki urusan dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh mereka.
Dampak dari sistem ini ialah kaum pemodal menjadi kaum yang super power dan memonopoli segala sesuatunya, sedangkan buruh hanyalah menjadi alat untuk mempertebal saku kaum pemodal dengan pundi-pundi tanpa balas jasa yang seimbang!

c.    Sistem Ekonomi Campuran
Kombinasi dari dua sistem yang telah dipaparkan sebelumnya, di mana rakyat memiliki hak untuk berkreativitas dan pemerintah juga tetap memiliki peran dalam mengatur jalannya perekonomian.

d.   Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi yang dasar kegiatan perekonomiannya mengacu kepada Al-Qur’an dan As-sunah, dengan tujuan meratakan kesejahteraan kepada semua golongan masyarakat tanpa terkecuali.


Ada Apa dengan Perekonomian Kita?

Melimpah ruahnya kekayaan alam, banyaknya pemuda-pemudi harapan bangsa dan cukupnya fasilitas yang memadai tetap saja masih dihiasi dengan banyaknya pengangguran, orang miskin bertaburan bagaikan debu beterbangan. Di sisi lain, yang kaya semakin berkuasa dan yang miskin semakin tertindas.

Eksploitasi terhadap sumber daya alam tak dapat dihindarkan, kesenjangan sosial semakin merata di mana-mana, itulah fenomena perekonomian Indonesia saat ini. Bila disimpulkan, maka perekonomian Indonesia saat ini dapat dikatakan menggunakan sistem Kapitalis/Liberal yang notabene berkiblat kepada Amerika khususnya. Dapat dikatakan juga bahwa bangsa ini mengadopsi sistem Campuran karena adanya (sedikit) peran pemerintah dalam mengatur perekonomian negara.


Mayoritas Umat Islam; Peran dalam Perekonomian Bangsa?

Banyaknya jumlah muslim di Indonesia ternyata tidak cukup untuk berbuat banyak dalam sistem perekonomian yang menindas ini. Semua ini dikarenakan kalahnya bangsa Indonesia akan “perang pemikiran” oleh para pembenci Islam, bahkan sampai sistem perekonomian pun disetir oleh mereka para kaum kapitalis, yang mendoktrin bangsa ini akan kenikmatan duniawi tanpa harus memikirkan ukhrawi.

Pada awal era 90-an, mulai bermunculan perbankan yang menggunakan sistem Islam, dan terbukti bahwa ketika krisis nasional melanda, sistem ini mampu bertahan sehingga tidak mengalami kerugian besar. Ketertarikan nasabah akan sistem syari’ah tersebut meningkat, sehingga tidak dapat dipungkiri semakin banyaknya pengguna sistem syari’ah ini. Saat ini, terdapat 11 Bank Umum Syari’ah (BUS), dan 23 Unit Usaha Syari’ah (UUS). Hal ini mengindikasikan semakin banyak orang yang tertarik terhadap sistem perekonomian dengan basis syari’ah.

Lalu, Sistem Apakah yang Digunakan Indonesia Saat Ini?

Belum dapat disimpulkan apa sistem yang benar-benar digunakan oleh negara ini, karena masih banyaknya campur tangan manusia (serakah) yang tidak memikirkan kesejahteraan menyeluruh.

Oleh karenanya sistem yang baik ialah sistem yang mengantarkan kita menuju kebahagiaan dunia maupun akhirat, sistem yang menjadikan kesejahteraan milik masyarakat keseluruhan bukan hanya mereka yang kuat dan sistem yang tidak ada spekulasi di dalamnya.

Bagaimanakah mengaplikasikannya? Dengan dimulai dari diri sendiri, menyadari akan makna ke-Tauhidan dan selalu mengingat kematian. Dengan mengingat kematian, keserakahan akan harta tidak akan pernah ada. Wal-Lâhu ‘A’lamu bish-Shawâb...

L’ Histoire se Repete

Oleh: Sebastian Herman



Mungkin kalimat ini masih asing di telinga kita, kalimat yang saya ambil sebagai judul artikel kali ini adalah kalimat yang sangat terkenal dalam bahasa Perancis.  Pada era tahun 90-an, terjemahan kalimat di atas pernah nge-hit sebagai sebuah lagu dalam bahasa melayu, “Sejarah Mungkin Berulang”L’ Histoire se Repete.

Flashback ke Masa Lalu

Lebih dari 14 abad yang lalu, sebelum datangnya Islam, kondisi masyarakat Arab Jahiliyah sangatlah bobrok. Hukum yang diterapkan adalah hukum rimba. Setiap anak perempuan yang lahir akan langsung dibunuh, karena menurut kepercayaan orang Arab Jahiliyah pada waktu itu, kelahiran seorang perempuan akan menjadi aib bagi keluarga. Kerusakan dan ketidakadilan ada di mana-mana, minuman khamar yang memabukkan telah menjadi budaya bangsa Arab kala itu, di samping yang kaya makin kaya yang miskin makin melarat.
Salah satu faktor kesenjangan jurang ekonomi ini adalah karena diterapkanya sistem ribawi. Pada masa itu riba sudah mendarah daging bagi bangsa Arab, di mana setiap orang yang melakukan pinjaman harus mengembalikan lebih dari harta pokok yang dipinjam.
Kebobrokan masyarkat jahiliyah ini terus berlangsung sampai datangnya agama Islam yang dibawah oleh seorang Rasul yang mulia, Muhammad SAW. Islam adalah agama yang komprehensif dan universal, artinya  Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia baik dari segi spiritual, politik, sosial dan bahkan perekonomian.
Dalam perekonomian, Islam mengajarkan keadilan dan pemerataan kesejahteraan yang menyeluruh. Islam melarang praktik riba dan menekankan keadilan distribusi pendapatan melalui zakat dan sedekah. Sehingga pemerataan kesejahteraan dan keadilan pun terwujud. Bahkan, pada pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak ada seorang pun yang berhak menerima zakatbukti atas kesejahteraan rakyatnya. Begitulah Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘âlamîn.

Kondisi Perekonomian Global Masa Kini

Krisis keuangan golbal (global financial crisis) yang terjadi di akhir tahun 2008 ternyata masih menyisakan problem yang belum dapat dipecahkan sampai saat ini.  Amerika Serikat sebagai dalang dari krisis tersebut masih disibukkan dengan kebijakan stabilitas perekonomiannya. Seperti kata pepatah,Keluar dari mulut harimau masuk ke mulut buaya.” Begitulah kondisi perekonomian global saat ini. Setelah diguncang krisis tahun 2008, krisis ekonomi yang tak kalah hebat kembali datang; Eropa sedang dilanda kebingungan. Jumlah utang Yunani yang “over” dan jumlah penganguran yang meningkat drastis di Italia dan Spanyol diprediksi akan berdampak global. Hal ini terjadi karena diterapkan sistem kapitalis yang mendewakan sistem bunga atau riba.

L’ Histoire se Repete

Dalam kondisi ekonomi yang terpuruk tersebut, Islam hadir sebagai solusi, karena Islam adalah way of life yang bersifat komprehensif. Islam adalah agama yang mengatur  semua aspek kehidupan manusia, termasuk ekonomi. Jika kita mengibaratkan saat ini adalah masa Jahiliyah yang menerapkan sistem riba, maka sesuai dengan judul artikel ini; L’ Histoire se Repete”. Apakah sejarah itu akan kembali berulang!? Apakah Islam dapat menjadi solusi bagi semua kebobrokan ekonomi dewasa ini, seperti halnya Islam pada zaman Rasul SAW yang mampu memberantas sistem ribawi yang sudah mengakar bagi masyarakat jahiliyah!?
Jawabannya ada pada pundak generasi muda Islam saat ini. Karena pemuda memiliki energi dan semangat yang besar. Kita sebagai pejuang ekonom rabbani harus optimis bahwa sejarah akan kembali berulang, Islam akan menguasai dunia dan menyinari dunia dengan sistem ekonomi yang rahmatan lil ‘âlamîn.
Wal-Lâhu ‘A’lamu bish-Shawâb...

Kamis, 26 Januari 2012

Menulis yang Baik Seperti Apa Sih?

Source : okezone.com
SERINGKALI tugas kuliah mengharuskan kita menulis laporan panjang. Sementara, kemampuan menulis kita tidak baik.

Padahal, kemampuan menulis dengan baik bukanlah monopoli para mahasiswa jurusan ilmu jurnalistik saja. Keahlian menulis dengan baik dan jelas adalah sesuatu yang akan kamu butuhkan untuk setiap karier yang kamu pilih.

Nah, jika kamu mau mendapat nilai bagus semester depan, yuk berlatih menulis laporan dengan baik. Simak tipsnya seperti dilansir College Cures, Kamis (26/1/2012).

Sampaikan maksudmu

Laporan panjang dan berbelit-belit menunjukkan seseorang tidak menguasai materi. Jika kamu tidak dapat menyimpulkan pemikiranmu dalam sebuah kalimat, beristirahatlah sejenak, dan cari tahu apa persisnya yang ingin kamu sampaikan.

Hipotesa haruslah menjadi titik utama isi makalahmu. Sementara, sisa esai adalah pernyataan pendukung atas argumenmu itu. Perlu diingat, setiap kalimat dalam esaimu haruslah penting. Sampaikanlah argumenmu dalam kalimat-kalimat ringkas dan padat, serta hindari menulis hal-hal yang tidak penting. 

Tahu yang kamu bicarakan 

Jika kamu belum memahami subjek penelitianmu, maka hal itu akan tercermin dalam makalahmu. Pastikan kamu melakukan riset mendalam dan mendapatkan semua  data yang kamu butuhkan sebelum menulis tugas.

Panduan 

Ketika menulis laporan atau makalah panjang, sangatlah mudah bagi kita untuk keluar jalur. Karena itu, buatlah outline penulisan dan pastikan semua poin telah kamu bahas.

Kamu bisa mencetak outline ini dan menempatkannya di depan monitormu, sehingga kamu bisa mengecek poin mana saja yang telah kamu tulis. Kamu juga bisa membukanya dalam file berbeda, atau menyalinnya di bagian atas dokumen makalahmu. Lakukan cara apa pun yang menurutmu efektif.

Pahami tata bahasa 

Tata bahasa meliputi pemilihan kata, formulasi kalimat (aktif, pasif), hingga penulisan ejaan yang baik dan benar.
Kamu perlu memahami bagaimana formula kalimat yang baik dan efektif. Pelajari juga kapan harus menggunakan huruf kapital, meletakkan tanda baca, dan menulis ejaan asing.

Tata bahasa Indonesia sama sulitnya dengan tata bahasa asing. Pastikan kamu memahami bagaimana penulisan yang baik. Bila perlu, bekali dirimu dengan kamus dan buku panduan menulis.

Hindari penggunaan "Saya"

Esai atau laporan ilmiah memang menunjukkan pendapatmu tentang suatu masalah, tentunya dengan didukung berbagai fakta dan data empirik. Tetapi, hal ini bukan berarti kamu boleh menggunakan kata 'saya' atau frase seperti 'saya pikir' dalam esaimu.

Jika kamu menuliskan argumenmu, maka kamu telah menunjukkan pemikiranmu tersebut. Penggunaan rujukan kata ganti orang pertama yang berlebihan justru akan menunjukkan kelemahanmu sebagai penulis.

Gunakan kalimat aktif

Kalimat aktif melibatkan pembaca dan membuat aliran tulisanmu lebih mudah. Sebuah kalimat aktif adalah yang menggunakan struktur subjek-kata kerja-obyek. Misalnya, "Saya membaca buku."

Kalimat pasif seringkali memperlambat dan bahkan membuat bingung pembaca tulisan kita. Contohnya, "Buku itu dibaca oleh saya."

Terkadang kalimat pasif memang tepat untuk konteks tertentu. Tetapi menulis dalam kalimat aktif tetaplah lebih efektif.

Baca lagi...dan lagi...dan lagi

Membaca ulang hasil tulisanmu bermanfaat untuk menemukan berbagai kesalahan. Sempatkan untuk membaca ulang laporanmu untuk memastikan semua yang kamu tulis telah benar dan mudah dipahami.

Cari editor 

Meski sekadar laporan kuliah, peran editor tetap penting. Sebab, tidak ada seorang penulis pun yang sempurna dan luput dari kesalahan.

Mintalah temanmu membaca tulisanmu sebelum kamu mengumpulkannya. Sering kali, pembaca akan menemukan kesalahan mencolok dalam tulisan kita.

Nah, selamat menulis!(rfa)

Sabtu, 21 Januari 2012

UU ZAKAT; MENGHAMBAT KINERJA DAN MEMBATASI PERAN LEMBAGA ZAKAT NON-ORMAS (?)

Oleh: Amalina Fauziah & Bazari Azhar Azizi

Mengingat undang-undang yang ada sebelumnya dirasa tidak cukup untuk mengakomodir perkembangan potensi zakat di Indonesia, maka Komisi VIII DPR RI merumuskan undang-undang tentang pengelolaan zakat yang baru. Namun, sejak Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 yang sebelumnya telah ada mengatur tentang Pengelolaan Zakat, kemudian disusul oleh undang-undang baru yang telah sah diresmikan pada tanggal 20 Oktober 2011 lalu, malah menimbulkan kontroversi di kalangan praktisi, akademisi, masyarakat, Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan pihak yang terkait (stake holder) lainnya. Mulai dari kekhawatiran akan dibekukannya LAZ hingga kesan UU tersebut mengerdilkan peran mandiri masyarakat dalam memberdayakan dana zakat.
Selain itu, hasil revisi UU zakat tersebut, telah menghambat kinerja serta peran lembaga-lembaga zakat yang telah ada. Hal ini disebabkan substansi yang terkandung dalam UU zakat tersebut menyatakan bahwa: “...setiap Lembaga Amil Zakat yang ingin mendapatkan izin untuk menyalurkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat setidaknya harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah dan sosial.” Dari sini telah jelas bahwa pemerintah ingin menyaring lembaga zakat yang telah ada dengan persyaratan keanggotaan “Ormas Islam”. Padahal, bagi lembaga zakat seperti Dompet Dhu’afa persyaratan seperti itu agak berat karena harus merevisi ulang struktur dasar dan mengubah statusnya selama ini sebagai yayasan.
Di samping motif-motif positif pemerintah, undang-undang tersebut seakan menyiratkan makna ketidakpercayaan pemerintah terhadap eksistensi dan kualitas managemen LAZIS non Ormas Islam dalam melaksanakan tugasnya selama ini. Ditambah lagi dengan pemberian sanksi pidana satu tahun penjara dan dikenakan denda 50 juta rupiah kepada pihak amil zakat yang menjalankan tugasnya tanpa izin pejabat yang berwenang.
Hal ini dikhawatirkan akan berujung pada kriminalisasi terhadap lembaga-lembaga amil zakat non pemerintah, seperti Dompet Dhu’afa dan badan amil zakat di masjid-masjid yang notabene sudah bertahun-tahun menyalurkan dan mendistribusikan zakat. Dan hal itu menjadi faktor yang membuat mereka semakin terkekang dalam pelaksanaan tugas pokok mereka sebagai badan amil zakat.
Selain itu, keraguan dan kekhawatiran pun mulai timbul di benak lembaga-lembaga amil zakat non-ormas terhadap jaminan mutu sistem pelaksaanaan zakat yang ditawarkan pemerintah, karena faktor belum adanya kejelasan mengenai kalimat “pejabat yang berwenang” dalam pasal tersebut. Apakah yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang itu adalah BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) ataukah pejabat lain yang ditunjuk oleh pemerintah? Lalu bagaimana jika ternyata pejabat tersebut adalah berasal dari kalangan non muslim, atau orang-orang yang tidak mengerti tentang tata cara pelaksanaan  zakat? Jika hal ini benar-benar terjadi, dampaknya sangat fatal bagi kesinambungan tata pelaksanaan zakat selanjutnya, sehingga akan merusak tatanan syari’at zakat di negeri ini.
Tidak hanya itu, karakteristik tentang lembaga amil zakat yang harus terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam pun belum terinci pasti, dan standar tata mekanisme pelaksanaan zakat dari undang-undang tersebut juga masih belum jelas strukturnya dengan baik. Sehingga, sangat wajar jika lembaga-lembaga non-pemerintah yang sudah berpengalaman dalam pendistribusian zakat selama bertahun-tahun itu, belum bisa memberikan kepercayaan penuh kepada lembaga zakat pemerintah yang berada di bawah naungan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam dalam menjalankan tugas utamanya.
Dengan demikian, tidak ayal jika peran aktif lembaga-lembaga zakat tersebut semakin berkurang dalam mengambil andil praktik zakat di Indonesia, dan secara tidak langsung kinerja lembaga-lembaga tersebut pun menjadi terhambat. Karena, disamping faktor pembatasan dan persyaratan yang harus dipenuhi, telah terjadi krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap kinerja pemerintah yang belum bisa menjamin kualitas dan hasil yang memuaskan baik dalam aspek perzakatan maupun aspek pemerintahan lainnya. Maka dari itu, perlu adanya undang-undang tambahan atau peraturan pemerintah yang menjelaskan secara gamblang mengenai mekanisme dan tata cara pendistribusian zakat yang sesuai dengan syari’at Islam.
Jika hal ini diabaikan maka besar kemungkinan stabilitas pelaksanaan zakat akan mengalami penurunan sehingga dapat mempengaruhi kualitas pencapaian visi utama dalam rangka menjunjung tinggi keadilan dan kemaslahatan umat melalui pemerataan penyalurandan pengelolaan zakat.
Lalu bagaimana dengan tanggapan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terhadap peresmian UU’ zakat beberapa waktu lalu?
Dari beberapa referensi yang berisi tentang tanggapan K.H. Ma’ruf Amin selaku ketua umum Majelis Ulama Indonesia dan anggota-anggota MUI lainnya, terindikasi dari kutipan di berikut ini, "Saya kira, hormatilah produk UU itu, nanti MUI akan berikan rekomendasinya," kata Ma'ruf kepada Republika.co.id, Selasa (8/11).
Di sini dapat disimpulkan bahwa beliau ingin masyarakat dan pihak-pihak yang terkait menyikapi pengesahan UU Zakat yang baru ini dengan kepala dingin (lapang dada/respon yang baik), sebagai bentuk sikap hormat dan saling menghargai. Namun, apabila terdapat pihak yang tidak puas dengan hasil pengesahan tersebut, sebaiknya menggunakan jalur judicial review sehingga tidak merugikan salah satu pihak.
Untuk selanjutnya MUI akan mempelajari terlebih dahulu mengapa terjadi penolakan terhadap UU zakat. Kalau memang penolakan itu memiliki dasar yang kuat, dan berkaitan dengan maslahat bagi umat, maka MUI mendukung sepenuhnya dilakukan judicial review.
Tanggapan yang dicontohkan MUI adalah sikap yang tepat, karena dengan kondisi saat ini sangat dibutuhkan pikiran yang jernih dan respon yang beretika, untk mendapatkan solusi yang maslahat serta mencegah dari perselisihan antara pemerintah selaku penyusun dan masyarakat atau lembaga tertentu selaku pihak pelaksana. Oleh karena itu, MUI mencari jalan tengah dengan menempuh jalan komunikasi/musyawarah dengan pihak yang melakukan penolakan terhadap UU zakat dan pihak pemerintah (DPR). Seiring dengan itu, MUI pun melakukan analisa yang didasarkan pada nilai-nlai kemaslahatan dari pengesahan UU zakat tersebut, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan penentuan solusi yang tepat.
Kemudian timbul pertanyaannya kembali; seberapa jauh dampak UU tersebut terhadap masyarakat Islam Indonesia sebagai subyek zakat (muzakkÎ) sekaligus sebagai obyek zakat (mustahiq)?
Di sisi lain, adanya pengesahan Undang-Undang Zakat yang baru saja diparipurnakan oleh DPR memiliki banyak nilai positif, seperti menjadikan manajemen penyaluran zakat menjadi lebih efisien dan teratur. Tapi, tidak dapat dipungkiri akan adanya kemungkinan terdapat oknum-oknum tertentu yang mengambil keuntungan, karena jika zakat sudah masuk ke dalam sistem birokrasi, maka peluang timbulnya korupsi akan semakin besar.
Ujung-ujungnya, akan terjadi pengkhianatan terhadap para muzakkî selaku pemilik uang, danpraktik kezaliman kepada para mustahiq karena ketidakmerataan pendistribusian zakat. Untuk itu, lembaga pro rakyat yang bertugas mengawasi dan mengontrol pelaksanaan pengelolaan zakat di lembaga-lembaga pemerintah sangat dibutuhkan, agar tidak terjadi penyelewengan terhadap dana zakat.
Selain itu, UU zakat ini akan mempersulit masyarakat dalam rangka menunaikan rukun Islam yang keempat, yaitu kewajiban membayar zakat. Hal ini disebabkan karena hasil revisi undang-undang tersebut menyatakan bahwa masyarakat diwajibkan melakukan pembayaran zakat melalui para amil dari lembaga zakat yang terdaftar sebagai Organisasi Kemasyarakatan Islam. Apabila dibiarkan begitu saja, dikhawatirkan akan mengurangi sensitivitas para muzakkî terhadap kewajiban membayar zakat yang akhirnya akan merusak kesinambungan prospek stabilitas zakat ke depannya.
Pada akhirnya, kesinambungan antara pemerintah sebagai regulator penyusun UU Zakat dan Lembaga Amil Zakat (LAZIS) sangat diperlukan. Konsolidasi antara pihak-pihak tersebut dibutuhkan agar segala sesuatu yang diharapkan dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Sehingga kekhawatiran akan distribusi zakat yang tidak merata, maupun kemungkinan penyelewengan terhadap dana zakat dapat dihindari sedini mungkin. Dan kedepannya, diharapkan pengesahan undang-undang tersebut sebagai langkah awal dalam pengentasan kemiskinan yang ada, karena potensi zakat yang sedemikian besarnya tidak dapat dioptimalkan jika tidak ada regulator maupun fasilitator yang mumpuni untuk merealisasikan hal-hal tersebut. Wal-Lâhu A’lamu bish-Shawâb...

Angkatan 10: Pungkaskan UAS dengan Sujud Syukur

BOGOR - Sabtu (14/1), mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Tazkia angkatan 10 melaksanakan sujud syukur bersama seusai pelaksanaan Ujian Akhir Semester (UAS).
Sedianya sujud syukur akan dilaksanakan di Masjid Andulusia Islamic Center, namun dikarenakan guyuran hujan yang tak kunjung berhenti, acara akhirnya dilaksanakan di Lobby Kampus tepat pada pukul 11.30.
Serangkaian acara dimulai dengan sambutan dari Ketua Angkatan, Sebastian Herman. “Ini (sujud syukur, red.) merupakan bentuk syukur kita atas berakhirnya ujian akhir semester, semoga ilmu yang telah kita pelajari menjadi ilmu yang bermanfaat bagi diri kita, maupun orang lain.” Tutur Sebastian dalam sambutannya.
Dalam kesempatan itu, Sebastian juga menjelaskan pembagian divisi pada tubuh struktur angkatan 10. Ada Divisi Pendidikan; yang mengurusi pendidikan dengan tujuan agar semua mahasiswa angkatan 10 sukses lulus secara bersama-sama pada saat 2014 nanti.
Kemudian ada Divisi Humas; yang mengurusi info-info tentang beasiswa untuk teman-teman Angkatan 10 dan membantu teman-teman yang ingin magang nantinya pada semester 6. Divisi Informasi yang bertugas memberikan informasi-informasi yang berkaitan dengan angkatan 10, dan divisi dokumentasi yang bertugas mendokumentasikan acara-acara angkatan 10.
Seusai memberikan sambutan, Sebastian Herman melaksanakan sujud syukur dan juga berlaku sebagai imam. Selama beberapa menit, seluruh mahasiswa angkatan 10 bersujud khidmat menikmati segala anugerah yang diberikan Sang Maha.
Acara sujud syukur ini dikoordinir langsung oleh ketua dan wakil angkatan, Sebastian dan Teddy Dwiasta. Dan diakhiri dengan takbir bersama yang dipimpin oleh Vicky Ramadhan. (khoir)


Kamis, 05 Januari 2012

Zakat VS Corporate Social Rensponsibility

Oleh: Muhammad Iqbal Prayogi

Harmonisasi hubungan kemanusiaan sangat dipengaruhi oleh tanggung jawab yang diemban oleh semua pihak. Hal itu disebabkan karena adanya keterkaitan antara hak dan kewajiban yang dikenakan kepada peran manusia itu sendiri, jika satu pihak menuntut hak berarti ada pihak lain yang harus menunaikan kewajiban, dengan syarat mereka saling terikat. Di sanalah tanggung jawab patut direalisasikan sebagai bentuk kemapanan seseorang di dalam menunaikan kewajiban tersebut.
Belakangan ini perihal urgen tersebut menjadi kasus di tengah masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia. Banyak di antara mereka yang menjadi korban atas tindak perusahaan atau pabrik-pabrik berlimbah yang kurang bertanggung jawab, sebut saja salah satunya pencemaran sungai Musi di Palembang yang beberapa waktu lalu menjadi salah satu kasus cukup hangat. Masyarakat di sana yang sangat bergantung kepada sungai tersebut harus menerima dengan apa adanya atas kondisi air yang sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi, meskipun sudah menggunakan tawas sebagai bentuk usaha pencegahan akan penyakit yang mungkin terjadi.
Hal semacam ini ternyata sudah banyak terjadi di beberapa daerah dan harus segera diredam. Seiring berjalannya waktu, kini mulailah didengungkan tentang CSR (Corporate Social Responsibility) sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan atau pabrik-pabrik yang beroperasi terhadap masyarakat yang berada di sekitarnya, meliputi lingkungan alam sampai pada hubungan sosial kemanusiaan
  Sebenarnya konsep ini bermula dari dunia usaha yang berperan sebagai penggerak roda ekonomi masyarakat demi kemajuan bangsanya. Liberalisasi ekonomi yang terjadi membuat perkembangan dunia usaha tersebut harus lebih memperhatikan lingkungan hidup selain pencatatan keuangan perusahaan semata, tetapi lebih dari itu perusahaan harus memikirkan aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan. Sinergi dari elemen inilah yang melahirkan konsep pembangunan berkelanjutan. Secara umum program pembangunan itu disebut Corporate Social Rensponsibility atau CSR.
Sebenarnya program ini pun terbilang luas cakupannya dan sangat penting bagi perusahaan yang masih ingin konsisten di bidang usahanya, khususnya perusahaan besar. Masuknya program CSR ini sebenarnya memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan di mata masyarakat secara sosial. Memang secara finansial perusahaan mengeluarkan dana di dalam program ini, sehingga masih banyak perusahaan yang enggan untuk menjalankan program ini, padahal secara tidak langsung program ini menjaga reputasi dan eksistensi perusahaan itu sendiri di masa mendatang.
Secara nyata melalui program CSR ini perusahaan bertanggung jawab atas beberapa aspek, yang paling penting adalah aspek lingkungan, baik lingkungan alam atau pun sosial. Mereka bertanggung jawab atas flora dan fauna, kondisi air, tanah, udara, serta kelangsungan hidup orang-orang yang berada di sekitarnya. Secara ekonomi perusahaan berarti harus meninjau kembali aspek keuangannya untuk mendistribusikannya kepada kebutuhan pertanggung jawaban sosial ini. Hal inilah yang menjadi nilai unggul di dalam program CSR.

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes