Minggu, 11 Desember 2011

Telaah Berkebun Emas Perspektif Islam


Dewasa ini, ramai di kalangan masyarakat tentang berkebun emas. Tidak sedikit masyarakat yang menilai kegiatan berkebun seperti ini merupakan sesuatu yang menguntungkan dan si lain sisi tidak sedikit juga yang menganggapnya sangat merugikan, dalam artian merugikan kehidupan, karena tidak ada keberkahan di dalamnya.

Sebelumnya, perlu dipahami terlebih dahulu bagaimanakah praktik “investasi” emas. Emas sering dimanfaatkan oleh para investor sebagai alat hedging (lindung nilai) sekaligus instrumen investasi jangka panjang, hal ini dikarenakan harga emas yang relatif stabil dalam kurun waktu jangka pendek namun di lain sisi bisa mengalami kenaikan signifikan dalam jangka panjang; mengikuti atau malah melebihi tingkat inflasi.

Namun dengan tren bullish (gejala peningkatan pada bursa efek) harga emas beberapa tahun belakangan ini, banyak investor yang memanfaatkan momen tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari jual beli emas jangka pendek. Yah, semacam menjadikan emas sebagai instrumen spekulasi.  Kegiatan ini yang kemudian dikenal sebagai berkebun emas.

Adapun sistem berkebun emas sendiri adalah dengan memanfaatkan jasa pegadaian yang disediakan oleh bank ataupun lembaga lainnya untuk memperbesar modal dalam membeli emas. Emas yang sudah ada di tangan digadaikan untuk mendapatkan modal untuk membeli emas berikutnya yang kemudian digadaikan lagi untuk mendapatkan modal untuk membeli emas dan begitu seterusnya.

Sistem seperti ini memungkinkan investor untuk membeli emas dengan modal lebih sedikit yang kemudian dijual pada saat yang tepat untuk memperoleh keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang. Sistem ini juga menguntungkan pihak bank karena bisa meningkatkan omzet penjualan produk gadainya.

Sedikit menambahkan, bahwasannya yang dimaksud dengan berkebun emas adalah melakukan ‘investasi’ dalam bentuk emas dengan memanfaatkan skema pembiayaan gadai, baik gadai berbasis konvensional maupun gadai berbasis syariah. Fungsinya adalah untuk melipatgandakan keuntungan dengan hanya bermodal uang yang seminimum mungkin. Adapun mekanisme yang dijalani seperti berikut:

Melakukan investasi emas secara rutin sebesar 25 gram dengan asumsi harga emas 25 gram adalah Rp 9.000.000. Pada saat ini, kita punya tambahan uang sebesar Rp 3.750.000 senilai dengan gadai sebesar 80% dari harga taksir emas. Harga taksir bank Rp.300.000 pergram biaya penitipan emas Rp 2500/gram/bulan.

Perlu diketahui, taksiran nilai taksir dan kondisi sebenarnya di bank mungkin berbeda-beda, tapi yang terbaik memilih bank yang memberikan nilai gadai tinggi, biaya rendah dan waktu singkat.

Mari kita mulai perhitungannya; misalkan kita beli emas batangan antam 25 gram, lalu kita gadaikan dan kita akan mendapatkan dana segar sebesar Rp 6.000.000 (Rp 300.000 x  80% = Rp 240.000 x 25 gram = Rp 6.000.000).

Kita setor biaya penitipan emas 1 tahun sebesar Rp 750.000 (Rp 2500 × 25 × 12 bulan = Rp 750.000). kemmudian lakukan Investasi emas dengan cara:  beli emas 25 gram lalugGadaikan emasnya, dapat dana segar Rp 6jt, lalu tambah Rp 3 jt dana dari uang kita = Rp 9jt lalu beli emas lagi dengan biaya titip Rp 750.000 setahun. Setiap memiliki dana tambahan Rp 3.75 jt lalu ulangi langkah diatas lagi, begitu seterusnya sesuai kebutuhan. Kalau sudah lima kali maka posisi akan menjadi seperti ini:

1.      Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.

2.      Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.

3.      Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.

4.      Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.

5.      Beli Emas 25 gram (Emas disimpan).

Perhatikan perhitungan di atas bahwa biaya pembelian emas kedua dan seterusnya, 2/3 modal beli emas adalah dari uang bank. Dan setelah waktu berlalu, misalkan harga emas naik sebesar 30 persen, jadi emas batangan 25 gram yang kita miliki  sekarang nilainya Rp 12jt. Dan ini saatnya kita panen.

Langkah memanennya cukup dibalik saja: Juallah emas nomor 5, maka kita mendapatkan dana segar 12 jt, dana segar ini kita pakai untuk menebus 2 emas lainnya. Ulangi sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya.

Maka posisinya sebagai berikut:

Hasil penjualan emas 5 buah x Rp 12 jt = Rp 60 jt. Tebus gadai 4 x Rp 6 jt = Rp 24 jt sisa = 36 jt à sub total 1. Berapa modal Anda?

1.      Beli emas pertama =  Rp 9 jt

2.      Beli emas ke 2 sampai ke 5 = Rp 3jt x 4 = Rp 12 jt

3.      Biaya titip Rp 750rb x 4 buah emas = Rp 3 jt

Total modal = Rp 24 jt à sub total 2

Keuntungan panen emas Anda adalah: sub total 1 – sub total 2 = Rp 36 jt – Rp 24 jt = 12 jt

Berikut ini Perbandingan keuntungan metode investasi emas biasa vs metode cerdas kebun emas dengan modal awal Rp 24 jt.

Modal 24 jt belikan emas sewaktu harga batangan 25 gram = 9jt, maka per gram berarti 360rb (Rp 24 jt : 360 rb dapat emas 66.66 gram). Ketika harga naik 30% kita jual menjadi Rp 468ribu/gram : 66.66. maka keuntungannya adalah Rp 7.196.880 (468 ribu = Rp.31.196.880 dikurangi modal 24 jt = Rp 7.196.880)

Keuntungan yang diperoleh dalam skema di atas adalah ketika harga emas pada posisi tinggi. Berbeda jika harga emas pada posisi rendah, maka tinggal mengalikan harga kerugian. Kalau harga emas turun 10 persen saja, kerugian yang harus ditanggung bisa mencapai 27 persen. Maka, hukum high risk high return (dengan resiko tinggi, tingga pula kemungkinan pendapatannya) tentunya berlaku juga dalam kasus ini.

Dari segi syariah, bisa jadi syarat sah pembiayaan gadai (rahn) sudah bisa terpenuhi secara sempurna. Tapi yang menjadi masalah adalah motif atau niat yang mendasari ‘petani pekerkebunan emas’, melihat skema di atas tentu motifnya lebih kepada spekulasi; ketika harga tinggi petani menjualnya dan tidak dengan sebaliknya. Sedangkan spekulasi dalam ekonomi islam dikenal dengan maisir (perjudian) yang hukumnya adalah haram!

Sejatinya, instrumen rahn (gadai) ada untuk membantu pihak-pihak yang sedang terdesak masalah keuangan. Sebab dalam instrumen ini banyak terkandung di dalamnya pesan tolong-menolong (ta’âwanû ‘ala al-Birri wa at-Taqwâ). Nah, praktik berkebun emas yang marak dilakukan oleh para investor dewasa ini lebih kepada praktik komersialisasi gadai; menyelewengkan konsep ta’â``wun  menjadi kegiatan yang murni profit oriented.

Maka, untuk menghindari penyelewengan tersebut dengan praktik berkebun emas, adalah sebuah keharusan bagi para pelaku ekonomi Islamkhususnya institusi keuangan seperti bank syariah, lembaga gadai syariah dsb.untuk  mengembangkan instrumen rahn dengan mekanisme yang lebih hati-hati agar tidak lantas menjadi ladang spekulasi.

Melihat kondisi pengkaburan value rahn ini, ada beberapa ulama yang kemudian menganalogikan berkebun emas dengan kasus kawin kontrak. Dalam kasus kawin kontrak, walaupun nikah yang secara simultan diikuti dengan perceraian dapat dibuat seolah-olah sesuai dengan agama, baik syarat sahnya maupun praktik perceraiannya, banyak pihak mempertanyakan niat akan tujuan yang ingin dicapai. Jika sekadar nafsu belaka yang menjadi motif, mungkinkah Allah swt. akan meridhainya?

Dr. Muhammad Arifin Badri, Pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia, pernah menyinggung tentang berkebun emas ini:

Sejatinya yang terjadi pada bekebun emas hanyalah menghutangkan sejumlah emas, atau mengutangkan sejumlah uang dengan memberikan sejumlah bunga. Tidak diragukan itu adalah riba.

Terlebih lagi bila diingat bahwa sejatinya emas dan uang adalah alat tolok ukur nilai barang, dan sebagai alat transaksi, dengan demikian bila uang dan emas digadaikan dengan mengambil keuntungan maka tidak diragukan itu adalah riba.

Ditambah lagi "GADAI" hanya ada bila ada piutang, tidak mungkin ada gadai bila tidak ada piutang. Karenanya, setiap keuntungan yang didapat dari gadai adalah bunga dan itu HARAM.

Adapun menggadaikan hewan ternak yang membutuhkan perawatan, maka bila pemilik hewan ternak tidak memberi pakan kepada ternaknya, maka pemberi piutang/penerima gadai hewan berkewajiban memberi pakan. Dan sebagai gantinya ia dibolehkan mengambil susu, atau menunggangi hewan tersebut seharga pakan yang ia berkan, tidak lebih dan tidak kurang. Dengan demikian tidak ada keuntungan.

Kasus berkebun uang ini semakin mengingatkan kita bahwa umat kita benar-benar telah mengekor umat Yahudi yang melanggar aturan dan syari'at Allah dengan sedikit tipu daya dan akal-akalan.

Nah, setelah mengurai bagaimana praktik berkebun emas dan apa motif yang mendorong investor untuk melakakukan kegiatan semacam itu, dapat kita tarik satu konklusi negatif atas praktik berkebun emas ini. Tidak ada lagi keberkahan yang seharusnya tercermin dari instrumen rahn dengan praktik tersebut. Wallâhu a’lamu bi ash-Shawâb... (rik)

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes