Dewasa ini, ramai di kalangan masyarakat
tentang berkebun emas. Tidak sedikit masyarakat yang menilai kegiatan berkebun seperti
ini merupakan sesuatu yang menguntungkan dan si lain sisi tidak sedikit juga
yang menganggapnya sangat merugikan, dalam artian merugikan kehidupan, karena
tidak ada keberkahan di dalamnya.
Sebelumnya, perlu dipahami terlebih dahulu
bagaimanakah praktik “investasi” emas. Emas sering dimanfaatkan oleh para investor sebagai alat hedging (lindung nilai) sekaligus instrumen investasi jangka panjang, hal ini dikarenakan harga emas yang relatif
stabil
dalam kurun waktu jangka pendek namun di lain sisi bisa mengalami kenaikan signifikan dalam jangka panjang;
mengikuti atau malah melebihi tingkat inflasi.
Namun dengan tren
bullish (gejala peningkatan pada bursa efek) harga
emas
beberapa tahun belakangan ini, banyak investor yang memanfaatkan momen tersebut
untuk mendapatkan keuntungan dari jual beli emas jangka
pendek. Yah, semacam menjadikan emas sebagai
instrumen spekulasi. Kegiatan ini yang kemudian dikenal sebagai berkebun emas.
Adapun sistem berkebun emas sendiri adalah
dengan memanfaatkan jasa pegadaian yang disediakan oleh bank ataupun lembaga
lainnya untuk memperbesar modal dalam membeli emas. Emas yang sudah ada di
tangan digadaikan untuk mendapatkan modal untuk membeli emas berikutnya yang
kemudian digadaikan lagi untuk mendapatkan modal untuk membeli emas dan begitu
seterusnya.
Sistem
seperti ini memungkinkan investor untuk membeli emas dengan modal lebih sedikit yang kemudian dijual pada saat yang tepat
untuk memperoleh keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang. Sistem ini
juga menguntungkan pihak bank karena bisa meningkatkan omzet
penjualan produk gadainya.
Sedikit menambahkan, bahwasannya yang dimaksud
dengan berkebun emas adalah melakukan ‘investasi’ dalam bentuk emas dengan memanfaatkan
skema pembiayaan gadai, baik gadai berbasis konvensional maupun gadai berbasis syariah.
Fungsinya adalah untuk melipatgandakan keuntungan dengan hanya bermodal uang
yang seminimum mungkin. Adapun mekanisme yang dijalani seperti berikut:
Melakukan investasi emas secara rutin sebesar 25 gram dengan asumsi harga emas 25 gram adalah Rp 9.000.000. Pada saat ini, kita punya tambahan uang sebesar
Rp 3.750.000 senilai dengan gadai sebesar 80% dari harga taksir emas. Harga taksir bank Rp.300.000
pergram biaya penitipan
emas Rp 2500/gram/bulan.
Perlu diketahui, taksiran nilai taksir dan kondisi sebenarnya di bank
mungkin berbeda-beda, tapi yang terbaik memilih bank yang memberikan nilai
gadai tinggi, biaya rendah dan waktu singkat.
Mari kita mulai perhitungannya; misalkan kita beli emas batangan antam 25
gram, lalu kita gadaikan dan kita akan mendapatkan dana segar sebesar Rp
6.000.000 (Rp 300.000 x 80% = Rp 240.000 x 25 gram = Rp 6.000.000).
Kita setor biaya penitipan emas 1 tahun sebesar Rp 750.000 (Rp 2500 × 25 × 12 bulan = Rp 750.000).
kemmudian lakukan Investasi emas dengan cara: beli emas 25 gram
lalugGadaikan emasnya, dapat dana segar Rp 6jt, lalu tambah Rp 3 jt dana dari
uang kita = Rp 9jt lalu beli emas lagi dengan biaya titip Rp 750.000 setahun.
Setiap memiliki dana tambahan Rp 3.75 jt lalu
ulangi langkah diatas lagi, begitu seterusnya sesuai kebutuhan. Kalau sudah lima kali maka posisi akan menjadi seperti ini:
1.
Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt
-> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.
2.
Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt
-> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.
3.
Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt
-> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.
4.
Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt
-> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.
5.
Beli Emas 25 gram (Emas disimpan).
Perhatikan perhitungan di atas bahwa biaya pembelian emas kedua dan seterusnya, 2/3 modal beli emas adalah dari uang bank. Dan setelah waktu berlalu, misalkan
harga emas naik sebesar 30 persen, jadi emas batangan 25 gram
yang kita miliki sekarang nilainya Rp 12jt. Dan ini saatnya kita panen.
Langkah memanennya cukup dibalik saja:
Juallah emas nomor 5, maka kita mendapatkan dana segar 12 jt, dana segar ini kita pakai untuk menebus 2 emas lainnya. Ulangi
sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya.
Maka posisinya sebagai berikut:
Hasil penjualan emas 5 buah x Rp 12 jt = Rp
60 jt. Tebus gadai 4 x Rp 6 jt = Rp 24 jt sisa = 36 jt à sub total 1. Berapa modal Anda?
1.
Beli emas pertama = Rp 9 jt
2.
Beli emas ke 2 sampai ke 5 = Rp 3jt x 4 = Rp 12 jt
3.
Biaya titip Rp 750rb x 4 buah emas = Rp 3 jt
Total modal = Rp 24 jt à sub total 2
Keuntungan panen emas Anda adalah: sub total
1 – sub total 2 = Rp 36 jt – Rp 24 jt = 12 jt
Berikut ini Perbandingan keuntungan metode
investasi emas biasa vs metode cerdas kebun emas dengan modal awal Rp 24 jt.
Modal 24 jt belikan emas sewaktu harga
batangan 25 gram = 9jt, maka per gram berarti 360rb (Rp 24 jt : 360 rb dapat
emas 66.66 gram). Ketika harga naik 30% kita jual menjadi Rp 468ribu/gram :
66.66. maka keuntungannya adalah Rp 7.196.880 (468 ribu = Rp.31.196.880
dikurangi modal 24 jt = Rp 7.196.880)
Keuntungan yang diperoleh dalam skema di atas
adalah ketika harga emas pada posisi tinggi. Berbeda jika harga emas pada posisi rendah, maka tinggal mengalikan harga kerugian. Kalau harga emas turun 10 persen saja, kerugian yang harus
ditanggung bisa mencapai 27 persen. Maka, hukum high
risk high return (dengan resiko tinggi, tingga
pula kemungkinan pendapatannya) tentunya berlaku juga dalam kasus ini.
Dari segi syariah, bisa jadi syarat sah pembiayaan gadai (rahn) sudah bisa terpenuhi secara sempurna. Tapi yang
menjadi masalah adalah motif atau niat yang mendasari ‘petani pekerkebunan emas’, melihat skema di atas tentu motifnya
lebih kepada spekulasi; ketika harga tinggi petani menjualnya dan tidak dengan sebaliknya.
Sedangkan spekulasi dalam ekonomi islam dikenal dengan maisir (perjudian)
yang hukumnya adalah haram!
Sejatinya, instrumen rahn (gadai) ada untuk
membantu pihak-pihak
yang sedang terdesak masalah keuangan. Sebab dalam
instrumen ini banyak terkandung di dalamnya pesan tolong-menolong (ta’âwanû ‘ala al-Birri wa at-Taqwâ). Nah, praktik berkebun emas yang marak dilakukan oleh para investor dewasa
ini lebih kepada praktik komersialisasi gadai; menyelewengkan konsep ta’â``wun menjadi kegiatan yang murni profit oriented.
Maka, untuk menghindari penyelewengan
tersebut dengan praktik berkebun emas, adalah sebuah keharusan bagi para pelaku
ekonomi Islam–khususnya institusi keuangan seperti bank syariah,
lembaga gadai syariah dsb.–untuk mengembangkan instrumen rahn dengan mekanisme
yang lebih hati-hati agar tidak lantas menjadi ladang spekulasi.
Melihat kondisi pengkaburan value rahn ini, ada beberapa ulama yang kemudian menganalogikan berkebun emas dengan kasus kawin kontrak. Dalam kasus kawin kontrak, walaupun nikah
yang secara simultan diikuti dengan perceraian dapat dibuat seolah-olah sesuai dengan agama, baik syarat sahnya maupun praktik perceraiannya,
banyak pihak mempertanyakan niat akan tujuan yang ingin dicapai. Jika sekadar nafsu belaka yang menjadi motif, mungkinkah Allah swt. akan
meridhainya?
Dr. Muhammad Arifin Badri, Pembina Komunitas
Pengusaha Muslim Indonesia, pernah menyinggung tentang berkebun emas ini:
Sejatinya yang terjadi pada bekebun emas hanyalah
menghutangkan sejumlah emas, atau mengutangkan sejumlah uang dengan memberikan
sejumlah bunga. Tidak diragukan itu adalah riba.
Terlebih lagi bila diingat bahwa sejatinya
emas dan uang adalah alat tolok ukur nilai barang, dan sebagai alat transaksi,
dengan demikian bila uang dan emas digadaikan dengan mengambil keuntungan maka
tidak diragukan itu adalah riba.
Ditambah lagi "GADAI" hanya ada
bila ada piutang, tidak mungkin ada gadai bila tidak ada piutang. Karenanya,
setiap keuntungan yang didapat dari gadai adalah bunga dan itu HARAM.
Adapun menggadaikan hewan ternak yang
membutuhkan perawatan, maka bila pemilik hewan ternak tidak memberi pakan
kepada ternaknya, maka pemberi piutang/penerima gadai hewan berkewajiban
memberi pakan. Dan sebagai
gantinya ia dibolehkan mengambil susu, atau menunggangi hewan tersebut seharga
pakan yang ia berkan, tidak lebih dan tidak kurang. Dengan demikian tidak ada
keuntungan.
Kasus berkebun uang ini semakin mengingatkan
kita bahwa umat kita benar-benar telah mengekor umat Yahudi yang melanggar
aturan dan syari'at Allah dengan sedikit tipu daya dan akal-akalan.
Nah, setelah mengurai bagaimana praktik
berkebun emas dan apa motif yang mendorong investor untuk melakakukan kegiatan
semacam itu, dapat kita tarik satu konklusi negatif atas praktik berkebun emas
ini. Tidak ada lagi keberkahan yang seharusnya tercermin dari instrumen rahn dengan praktik tersebut. Wallâhu a’lamu bi ash-Shawâb... (rik)
0 komentar:
Posting Komentar