Pencucian uang, atau
biasa dikenal dengan sebutan money
laundry,
adalah sebuah cara mengubah hasil kejahatan
yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mendapatkan uang
dengan “ilegal” agar
uang tersebut terkesan “sehat” dan “legal”sehingga bisa dianggap sahdi mata hukum.
Menurut Pasal 1
ayat (1) UU No. 25 Tahun 2003,pencucian uang atau
money laundry adalah
menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, mengibahkan,
menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga
seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Pengertian lain money laundry bias diartikan sebagai“The process of concealing the existence, illegal source, or
illegal application of income, and the subsequent disguising of the source
of that income to make it appear legitimate.”
Dalam
sejarahnya, money laundry muncul sekitar tahun 1930-an. Pada saat itu, Al Capone dan Gang Mafia lainnya melakukan perbuatan
menyembunyikan hasil kejahatanya (perjudian, prostitusi, pemerasan, dan
penjualan gelap minuman keras) untuk mengelabuhi pemerintah. Para mafia itu mendirikan perusahaan binatu (landromat),
untuk mencampur hasil kejahatan mereka sehingga tidak dicurigai terlibat dalam
kejahatan.
Oleh karena belum
ada ketentuan anti pencucian uang maka pada waktu itu mereka hanya terjerat dengan
ketentuan pengelakan pajak (taxevasion). Sebenarnya, disinilah awal inspirasi yang pada akhirnya melahirkan
istilah money laundry pada
tahun1986 dan kemudian dipakai secara Internasional
dan Konvensi PBB Tahun 1988.
Di Indonesia, berdasarkan data
yang diperoleh, modus pencucian uang ini sangat sering terjadi di Batam dan telah
menempatkan kota industry ini sebagai kota tertinggi jumlah transaksi keuangan mencurigakannya, yakni
sebanyak 1.219 LKTM (Laporang Keuangan Transaksi Mencurigakan).
Money laundry yang semakin marak terjadi
akhir-akhir ini, dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya:
1.
Perkembangan Sistem
Teknologi
Meningkatnya perkembangan
teknologi, terutama
dalam bidang informasi, menimbulkan
dampak positif dan negatif. Salah satu dampak negative dari majunya teknologi adalah
mendorong maraknya pencucian uang. Yaitu dengan munculnya internet dalam dunia maya,
membuat hubungan antar Negara semakin dekat, sehingga kejahatan lintas batas sudah
terorganisir. Karena itu, pencucian uang tidak hanya ada di dalam Negara namun antar
negara pun kerap terjadi.
2.
Kerahasiaan Bank
yang Sangat Ketat
Pencucian uang
tidak bias lepas dari lembaga keuangan (financial system),
terutama perbankan. Transaksi yang dilakukan oleh para penyelundup uang illegal
akan di masukan ke dalam rekening bank, tanpa penyelidikkan
darimana asal muasal uang tersebut sehingga dengan mudah uang tersebut keluar masuk
bank. Kerahasiaan bank yang terlalu ketat, akan mempersulit PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dalam
menyelidiki kasus transaksi-transaksi yang mencurigakan.
3.
Penyimpanan Dana Secara“Anonymous Saving Passbook Accounts”
Adalah menyimpan
dana dengan nama samaran, atau bahkan tanpa nama sehingga sulit untuk dilacak. Tidak adanya larangan bagi para nasabah
untuk tidak memiliki deposito atau tabungan lebih dari satu nama, dan tidak adanya
penyelidikan lebih lanjut tentang kebenaran data-data yang diberikan oleh nasabah
kepada pihak bank, sehingga memudahkan para penjahat pencucian uang untuk menyimpan
uang diberbagai tempat.
Modus-modus
pemutihan uang inimelibatkan banyak pihak
yang telah terorganisir dengan baik. Dari mulai pihak bank, accounting
perusahaan, auditing, pemerintah, dan pihak-pihak lainnya. Beragam cara dilakukan
untuk menyembunyikan uang ilegal yang diperoleh. Hatief
Hadikoesoem, Direktur
Pengawas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesia,
memaparkan ada tiga mekanisme proses pencucian uang:
Pertama, tahap penempatan. Uang hasil kejahatan yang bias bersumber
dari penyuapan, korupsi, penyelundupan barang,
penyelundupan manusia, perdagangan narkoba, perampokan, perjudian, dan tindakan
lain yang melanggar hokum diubah kedalam bentuk yang tidak
menimbulkan kecurigaan dengan memasukan uang kelembaga keuangan, baik bank umum, bank swasta,
bank perkreditan rakyat, bank asing, bank rural, maupun bank joint venture. Uang juga bias ditempatkan di perusahaan sekuritas
dan pasar modal dengan membeli saham-saham. Bisa pula di lembaga keuangan,
asuransi, dana pensiun, dan manajer investasi.
Kedua, tahap pelapisan. Adalah upaya untuk mengurangi jejak asal muasal uang tersebut
diperoleh, atau
mengkaburkan ciri-ciri asli dari uang hasil kejahatan tersebut
atau nama pemilik uang hasil tindak pidana, dengan melibatkan beberapa oknum dan bank di berbagai negara dimana
kerahasiaan bank akan menyulitkan pelacakan jejakuang. Tindakan ini dapat berupa
mentransfer ke negara lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian property,
pembelian saham pada bursa efek menggunakan deposit yang ada di Bank A untuk meminjam
uang di Bank B. Menyalurkan uang tersebut keberbagai rekening
keuangan dengan kompleks, anonym, dan
berlapis.
Ketiga, yaitu tahap penggabungan. Adalah memasukan kembali uang tersebut
ke dalam rekeningnya sehingga dapat digunakan sepuasnya tanpa memperdulikan lagi
ketidaklegalannya. Uang hasil kejahatan
benar-benar telah bersih dan sulit untuk dikenali sebagai hasil tindak pidana, lalu
muncul kembali sebagai asset atau investasi yang tampak legal.
Adapun usaha
dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pemutihan uang
diantaranya adalah:
a. Setiap lembaga keuangan harus lebih
teliti dan terperinci dalam menuliskan data-data pribadi nasabah pada setiap transaksi yang dilakukan.
Apabila terjadi hal-hal yang mencurigakan, misalkan adanya nasabah yang mendepositokan
uangnya dalam jumlah besar, seharusnya ada pemeriksaaan lebih lanjut darimana uang
itu diperoleh. Dan ketika uang tersebut ditransfer kembali padahal waktu deposito
masih dalam waktu yang singkat, maka pihak bank wajib melaporkan kejadian ini kepada
PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dengan membuat laporan dalam
bentuk LTKM (Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan).
b. Peningkatan peranan pemerintah
agar lebih tegas untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam
undang-undang, sebagaimana telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
c. Pemutihan
uang dapat merusak lembaga keuangan termasuk system politik dan ekonomi
suatu negara. Karena itu, pemerintah perlu mengadakan kerjasama antar Negara dalam
memberantas pemutihan uang ini. Sehingga transaksi-transaksi keuangan yang
mencurigakan mudah untuk diselidiki.
Banyak yang
dirugikan dari kegiatan money laundry ini,
dimana pihak-pihak yang seharusnya mendapatkan bagian dari harta tersebut namun
harta tersebut diamakan sendiri untuk menutupi kebutuhannya. Sehingga pertumbuhan
ekonomi di Negara ini tidak stabil. Penyebaran uang belum biasa terpenuhi,
hanya berputar pada orang yang dominan memegang uang dalam jumlah yang besar,
bahkan menjadikan haram menjadi halal, illegal menjadi legal.
Wal-LâhuA’lamu bi ash-Shawâb...
0 komentar:
Posting Komentar