Selasa, 20 Desember 2011

MONEY LAUNDRY


Pencucian uang, atau biasa dikenal dengan sebutan money laundry, adalah sebuah cara mengubah hasil kejahatan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mendapatkan uang dengan ilegal agar uang tersebut terkesan “sehat” dan “legal”sehingga bisa dianggap sahdi mata hukum.


Menurut Pasal 1 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2003,pencucian uang atau money laundry adalah menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, mengibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Pengertian lain money laundry bias diartikan sebagaiThe process of concealing the  existence, illegal source, or illegal application of income, and the subsequent disguising of the source of that income to make it appear legitimate.
Dalam sejarahnya, money laundry muncul sekitar tahun 1930-an. Pada saat itu, Al Capone dan Gang Mafia lainnya melakukan perbuatan menyembunyikan hasil kejahatanya (perjudian, prostitusi, pemerasan, dan penjualan gelap minuman keras) untuk mengelabuhi pemerintah. Para mafia itu mendirikan perusahaan binatu (landromat), untuk mencampur hasil kejahatan mereka sehingga tidak dicurigai terlibat dalam kejahatan.
Oleh karena belum ada ketentuan anti pencucian uang maka pada waktu itu mereka hanya terjerat dengan ketentuan pengelakan pajak (taxevasion). Sebenarnya, disinilah awal inspirasi yang pada akhirnya melahirkan istilah money laundry pada tahun1986  dan kemudian dipakai secara Internasional dan Konvensi PBB Tahun 1988.
Di Indonesia, berdasarkan data yang diperoleh, modus pencucian uang ini sangat sering terjadi di Batam dan telah menempatkan kota industry ini sebagai kota tertinggi jumlah transaksi keuangan mencurigakannya, yakni sebanyak 1.219 LKTM (Laporang Keuangan Transaksi Mencurigakan). Money laundry yang semakin marak terjadi akhir-akhir ini, dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
1.           Perkembangan Sistem Teknologi
Meningkatnya perkembangan teknologi, terutama dalam bidang informasi, menimbulkan dampak positif dan negatif. Salah satu dampak negative dari majunya teknologi adalah mendorong maraknya pencucian uang. Yaitu dengan munculnya internet dalam dunia maya, membuat hubungan antar Negara semakin dekat, sehingga kejahatan lintas batas sudah terorganisir. Karena itu, pencucian uang tidak hanya ada di dalam Negara namun antar negara pun kerap terjadi.
2.           Kerahasiaan Bank yang Sangat Ketat
Pencucian uang tidak bias lepas dari lembaga keuangan (financial system), terutama perbankan. Transaksi yang dilakukan oleh para penyelundup uang illegal akan di masukan ke dalam rekening bank, tanpa penyelidikkan darimana asal muasal uang tersebut sehingga dengan mudah uang tersebut keluar masuk bank. Kerahasiaan bank yang terlalu ketat, akan mempersulit PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dalam menyelidiki kasus transaksi-transaksi yang mencurigakan.
3.           Penyimpanan Dana Secara“Anonymous Saving Passbook Accounts
Adalah menyimpan dana dengan nama samaran, atau bahkan tanpa nama sehingga sulit untuk dilacak. Tidak adanya larangan bagi para nasabah untuk tidak memiliki deposito atau tabungan lebih dari satu nama, dan tidak adanya penyelidikan lebih lanjut tentang kebenaran data-data yang diberikan oleh nasabah kepada pihak bank, sehingga memudahkan para penjahat pencucian uang untuk menyimpan uang diberbagai tempat.
Modus-modus pemutihan uang inimelibatkan banyak pihak  yang telah terorganisir dengan baik. Dari mulai pihak bank, accounting perusahaan, auditing, pemerintah, dan pihak-pihak lainnya. Beragam cara dilakukan untuk menyembunyikan uang ilegal  yang diperoleh. Hatief Hadikoesoem, Direktur Pengawas Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesia, memaparkan ada tiga mekanisme proses pencucian uang:
Pertama, tahap penempatan. Uang hasil kejahatan yang bias bersumber dari penyuapan, korupsi, penyelundupan barang, penyelundupan manusia, perdagangan narkoba, perampokan, perjudian, dan tindakan lain yang melanggar hokum diubah kedalam bentuk yang tidak menimbulkan kecurigaan dengan memasukan uang kelembaga keuangan, baik bank umum, bank swasta, bank perkreditan rakyat, bank asing, bank rural, maupun bank joint venture. Uang juga bias ditempatkan di perusahaan sekuritas dan pasar modal dengan membeli saham-saham. Bisa pula di lembaga keuangan, asuransi, dana pensiun, dan manajer investasi.
Kedua, tahap pelapisan. Adalah upaya untuk mengurangi jejak asal muasal uang tersebut diperoleh, atau mengkaburkan ciri-ciri asli dari uang hasil kejahatan tersebut atau nama pemilik uang hasil tindak pidana, dengan melibatkan beberapa oknum dan bank di berbagai negara dimana kerahasiaan bank akan menyulitkan pelacakan jejakuang. Tindakan ini dapat berupa mentransfer ke negara lain dalam bentuk mata uang asing, pembelian property, pembelian saham pada bursa efek menggunakan deposit yang ada di Bank A untuk meminjam uang di Bank B. Menyalurkan uang tersebut keberbagai rekening keuangan dengan kompleks, anonym, dan berlapis.
Ketiga, yaitu tahap penggabungan. Adalah memasukan kembali uang tersebut ke dalam rekeningnya sehingga dapat digunakan sepuasnya tanpa memperdulikan lagi ketidaklegalannya. Uang hasil kejahatan benar-benar telah bersih dan sulit untuk dikenali sebagai hasil tindak pidana, lalu muncul kembali sebagai asset atau investasi yang tampak legal.
Adapun usaha dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pemutihan uang diantaranya adalah:
a.    Setiap lembaga keuangan harus lebih teliti dan terperinci dalam menuliskan data-data pribadi nasabah pada setiap transaksi yang dilakukan. Apabila terjadi hal-hal yang mencurigakan, misalkan adanya nasabah yang mendepositokan uangnya dalam jumlah besar, seharusnya ada pemeriksaaan lebih lanjut darimana uang itu diperoleh. Dan ketika uang tersebut ditransfer kembali padahal waktu deposito masih dalam waktu yang singkat, maka pihak bank wajib melaporkan kejadian ini kepada PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dengan membuat laporan dalam bentuk LTKM (Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan).
b.    Peningkatan peranan pemerintah agar lebih tegas untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang, sebagaimana telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
c.    Pemutihan uang dapat merusak lembaga keuangan termasuk system politik dan ekonomi suatu negara. Karena itu, pemerintah perlu mengadakan kerjasama antar Negara dalam memberantas pemutihan uang ini. Sehingga transaksi-transaksi keuangan yang mencurigakan mudah untuk diselidiki.
Banyak yang dirugikan dari kegiatan money laundry ini, dimana pihak-pihak yang seharusnya mendapatkan bagian dari harta tersebut namun harta tersebut diamakan sendiri untuk menutupi kebutuhannya. Sehingga pertumbuhan ekonomi di Negara ini tidak stabil. Penyebaran uang belum biasa terpenuhi, hanya berputar pada orang yang dominan memegang uang dalam jumlah yang besar, bahkan menjadikan haram menjadi halal, illegal menjadi legal.
Wal-LâhuA’lamu bi ash-Shawâb...


KORNEA MATAMU JINGGA


Kumandang tahajud memanggil.Wanita setengah baya itu tengah beradu pada asap yang menggempul.Bertaruh peluh demi sesuap nasi hari ini. Keempat anaknya yang sudah tahu arti malu masih belum juga bangun. Sepanjang hari letih membantu si ibu berjualan keliling,sekali lagi demi mengisi perut yang kadang hanya sekadar mengganjal perut.Kartini nama wanita itu, orang-orang memanggilnya Bu Tini.
Salah seorag anaknya sudah menjadi gadis yang telah menginjak bangku kuliah, mau tak mau, suka tak suka harus menerima kenyataan hidup ini. Menahan malu ditinggal bapak kawin lagi, lalu menahan pahit harus tetap bertahan dalam rumah yang tak layak pakai.
Tragis!Hidupnya belum kunjung berubah.Bau menyengat lumpur bekas orang hajat tercium di halaman rumah itu.Amis. Ditambah lagi bau kotoran kuda peliharaannya. Tak akan ada yang sanggup bertahan lama berada dalam rumah itu. Tapi heran, begitu tangguhnya wanita itu dengan kondisi yang sangat memprihatinkan.
Pagi sekali Bu Tini akan bernyanyi sendu menjajakan kue milik Bu Romlah,tetangganya.Khas sekali suaranya. Kadang, anak-anak orang kaya itu membelinya, tapu tak jarang kadang hanya menyindirnya, lalu meninggalkannya begitu saja. Peluh keringatnya mulai nampak, kedua anaknya yang masih SD, Lilis dan Gun, lalu abangnya yang baru saja tamat SMP, Muhlis, dan anak gadis tertuanya, Mirna, yang kebingungan belum mengumpulkan tugas.Hanya satu alas an: belum cukup uang!
Mereka datang satu persatu menagih uang jajan, walau itu pun hanya 500 sampai dengan 1000 perak saja.Tak apa.Yang penting perut tak kosong sama sekali. Sedang Muhlis pagi sekali harus menjadi kusir delman sebelum berangkat sekolah, lalu Mirna akan mengambil jalan pintas memotong petak demi petak sawah untuk sampai ke universitas tercinta. Begitulah tiap harinya, hingga raga ini letih menyaksikannya.
Setelah seharian berjualan keliling,dari satu kantor ke kantor lainnya, sekolah ke sekolah lain, rumah ke rumah, dan kemudian Bu Tini kembali pulang.Suaranya parau setelah seharian berteriak. Wajahnya lesu karea tak terjamah air sama sekali.Lalu bajunya kusut setelah seharian bertaruh dengan debu dan angin semesta. Namun, senyum itu masih terus mengembang, seolah tak pernah terjadi apa-apa.
Kedua anaknya menyambut bahagia, berharap masih ada sisa kue milik tetangga yang tersisa. Lega, masih ada satu yang tersisa; kue lapis.Mereka berebut.Geli.Si ibu melerai.Dibagi dua, lalu merekapun bermain lagi.
Namun kali ini tak ada sisa kue yang harus mereka jajakan lagi. Muhlis belum kembali mencari nafkah, sedang Mirna masih di sekolah. Upah hari itu alhamdulillah kurang lebih Rp 100.000.Dimasukannya sebagian ke dalam celengan plastik bebek. Digoyangkannya, sudah mulai penuh. Bibirnya tersenyum simpul.Sepertinya sesuatu yang dipikirkannya akan segera terjadi.
Belum selesai, mesin jahit bekas yang dibelinya setahun yang lalu meminta untuk dijamah.Ada beberapa yang meminta dijahitkan hari itu. Lumayan, uang 1000 masuk ke dalam celengan bebek itu lagi. Begitu seterusnya, hingga tanah tempatnya berpijak saat ini jenuh melihat perubahan yang belum menampakkan diri.
Sempat berpikir, dikhianati suami, menjajakan kue, menjahit baju orang, membuatkan kasur orang,alhamdulillah masih mampu menghidupi dan menyekolahkan ke empat anak-anaknya. Wanita tangguh, Bu Tini yang selalu nampak ceria, tak peduli pada cemoohan orang.Hanya satu doanya kala itu,“Anak-anakku tidak boleh bernasib sama sepertiku.
Sungguh, kornea matamu masih tetap jingga,tetap sendu, bersahaja, kebaikanmu dan ketangguhanmu mengalahkan semua masalah hidup itu. Satu katamu padaku,“Kalau tak bekerja seperti ini, siapa lagi yang akan menghidupimu. Tak usah gengsi, itu akan membunuhmu!”. Kan kuingat selalu petuahmu wahai wanita perkasa.

*Kisah ini terinspirasi dari tetanggaku, tepatnya di Santi, Kota Bima-NTB

Minggu, 11 Desember 2011

Telaah Berkebun Emas Perspektif Islam


Dewasa ini, ramai di kalangan masyarakat tentang berkebun emas. Tidak sedikit masyarakat yang menilai kegiatan berkebun seperti ini merupakan sesuatu yang menguntungkan dan si lain sisi tidak sedikit juga yang menganggapnya sangat merugikan, dalam artian merugikan kehidupan, karena tidak ada keberkahan di dalamnya.

Sebelumnya, perlu dipahami terlebih dahulu bagaimanakah praktik “investasi” emas. Emas sering dimanfaatkan oleh para investor sebagai alat hedging (lindung nilai) sekaligus instrumen investasi jangka panjang, hal ini dikarenakan harga emas yang relatif stabil dalam kurun waktu jangka pendek namun di lain sisi bisa mengalami kenaikan signifikan dalam jangka panjang; mengikuti atau malah melebihi tingkat inflasi.

Namun dengan tren bullish (gejala peningkatan pada bursa efek) harga emas beberapa tahun belakangan ini, banyak investor yang memanfaatkan momen tersebut untuk mendapatkan keuntungan dari jual beli emas jangka pendek. Yah, semacam menjadikan emas sebagai instrumen spekulasi.  Kegiatan ini yang kemudian dikenal sebagai berkebun emas.

Adapun sistem berkebun emas sendiri adalah dengan memanfaatkan jasa pegadaian yang disediakan oleh bank ataupun lembaga lainnya untuk memperbesar modal dalam membeli emas. Emas yang sudah ada di tangan digadaikan untuk mendapatkan modal untuk membeli emas berikutnya yang kemudian digadaikan lagi untuk mendapatkan modal untuk membeli emas dan begitu seterusnya.

Sistem seperti ini memungkinkan investor untuk membeli emas dengan modal lebih sedikit yang kemudian dijual pada saat yang tepat untuk memperoleh keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang. Sistem ini juga menguntungkan pihak bank karena bisa meningkatkan omzet penjualan produk gadainya.

Sedikit menambahkan, bahwasannya yang dimaksud dengan berkebun emas adalah melakukan ‘investasi’ dalam bentuk emas dengan memanfaatkan skema pembiayaan gadai, baik gadai berbasis konvensional maupun gadai berbasis syariah. Fungsinya adalah untuk melipatgandakan keuntungan dengan hanya bermodal uang yang seminimum mungkin. Adapun mekanisme yang dijalani seperti berikut:

Melakukan investasi emas secara rutin sebesar 25 gram dengan asumsi harga emas 25 gram adalah Rp 9.000.000. Pada saat ini, kita punya tambahan uang sebesar Rp 3.750.000 senilai dengan gadai sebesar 80% dari harga taksir emas. Harga taksir bank Rp.300.000 pergram biaya penitipan emas Rp 2500/gram/bulan.

Perlu diketahui, taksiran nilai taksir dan kondisi sebenarnya di bank mungkin berbeda-beda, tapi yang terbaik memilih bank yang memberikan nilai gadai tinggi, biaya rendah dan waktu singkat.

Mari kita mulai perhitungannya; misalkan kita beli emas batangan antam 25 gram, lalu kita gadaikan dan kita akan mendapatkan dana segar sebesar Rp 6.000.000 (Rp 300.000 x  80% = Rp 240.000 x 25 gram = Rp 6.000.000).

Kita setor biaya penitipan emas 1 tahun sebesar Rp 750.000 (Rp 2500 × 25 × 12 bulan = Rp 750.000). kemmudian lakukan Investasi emas dengan cara:  beli emas 25 gram lalugGadaikan emasnya, dapat dana segar Rp 6jt, lalu tambah Rp 3 jt dana dari uang kita = Rp 9jt lalu beli emas lagi dengan biaya titip Rp 750.000 setahun. Setiap memiliki dana tambahan Rp 3.75 jt lalu ulangi langkah diatas lagi, begitu seterusnya sesuai kebutuhan. Kalau sudah lima kali maka posisi akan menjadi seperti ini:

1.      Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.

2.      Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.

3.      Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.

4.      Beli Emas 25 gram -> Rp.6jt, tambah Rp.3 jt dana segar jadi total = 9jt -> beli emas lagi | Rp.750rb -> biaya titip.

5.      Beli Emas 25 gram (Emas disimpan).

Perhatikan perhitungan di atas bahwa biaya pembelian emas kedua dan seterusnya, 2/3 modal beli emas adalah dari uang bank. Dan setelah waktu berlalu, misalkan harga emas naik sebesar 30 persen, jadi emas batangan 25 gram yang kita miliki  sekarang nilainya Rp 12jt. Dan ini saatnya kita panen.

Langkah memanennya cukup dibalik saja: Juallah emas nomor 5, maka kita mendapatkan dana segar 12 jt, dana segar ini kita pakai untuk menebus 2 emas lainnya. Ulangi sampai semua emas ditebus, dan jual semuanya.

Maka posisinya sebagai berikut:

Hasil penjualan emas 5 buah x Rp 12 jt = Rp 60 jt. Tebus gadai 4 x Rp 6 jt = Rp 24 jt sisa = 36 jt à sub total 1. Berapa modal Anda?

1.      Beli emas pertama =  Rp 9 jt

2.      Beli emas ke 2 sampai ke 5 = Rp 3jt x 4 = Rp 12 jt

3.      Biaya titip Rp 750rb x 4 buah emas = Rp 3 jt

Total modal = Rp 24 jt à sub total 2

Keuntungan panen emas Anda adalah: sub total 1 – sub total 2 = Rp 36 jt – Rp 24 jt = 12 jt

Berikut ini Perbandingan keuntungan metode investasi emas biasa vs metode cerdas kebun emas dengan modal awal Rp 24 jt.

Modal 24 jt belikan emas sewaktu harga batangan 25 gram = 9jt, maka per gram berarti 360rb (Rp 24 jt : 360 rb dapat emas 66.66 gram). Ketika harga naik 30% kita jual menjadi Rp 468ribu/gram : 66.66. maka keuntungannya adalah Rp 7.196.880 (468 ribu = Rp.31.196.880 dikurangi modal 24 jt = Rp 7.196.880)

Keuntungan yang diperoleh dalam skema di atas adalah ketika harga emas pada posisi tinggi. Berbeda jika harga emas pada posisi rendah, maka tinggal mengalikan harga kerugian. Kalau harga emas turun 10 persen saja, kerugian yang harus ditanggung bisa mencapai 27 persen. Maka, hukum high risk high return (dengan resiko tinggi, tingga pula kemungkinan pendapatannya) tentunya berlaku juga dalam kasus ini.

Dari segi syariah, bisa jadi syarat sah pembiayaan gadai (rahn) sudah bisa terpenuhi secara sempurna. Tapi yang menjadi masalah adalah motif atau niat yang mendasari ‘petani pekerkebunan emas’, melihat skema di atas tentu motifnya lebih kepada spekulasi; ketika harga tinggi petani menjualnya dan tidak dengan sebaliknya. Sedangkan spekulasi dalam ekonomi islam dikenal dengan maisir (perjudian) yang hukumnya adalah haram!

Sejatinya, instrumen rahn (gadai) ada untuk membantu pihak-pihak yang sedang terdesak masalah keuangan. Sebab dalam instrumen ini banyak terkandung di dalamnya pesan tolong-menolong (ta’âwanû ‘ala al-Birri wa at-Taqwâ). Nah, praktik berkebun emas yang marak dilakukan oleh para investor dewasa ini lebih kepada praktik komersialisasi gadai; menyelewengkan konsep ta’â``wun  menjadi kegiatan yang murni profit oriented.

Maka, untuk menghindari penyelewengan tersebut dengan praktik berkebun emas, adalah sebuah keharusan bagi para pelaku ekonomi Islamkhususnya institusi keuangan seperti bank syariah, lembaga gadai syariah dsb.untuk  mengembangkan instrumen rahn dengan mekanisme yang lebih hati-hati agar tidak lantas menjadi ladang spekulasi.

Melihat kondisi pengkaburan value rahn ini, ada beberapa ulama yang kemudian menganalogikan berkebun emas dengan kasus kawin kontrak. Dalam kasus kawin kontrak, walaupun nikah yang secara simultan diikuti dengan perceraian dapat dibuat seolah-olah sesuai dengan agama, baik syarat sahnya maupun praktik perceraiannya, banyak pihak mempertanyakan niat akan tujuan yang ingin dicapai. Jika sekadar nafsu belaka yang menjadi motif, mungkinkah Allah swt. akan meridhainya?

Dr. Muhammad Arifin Badri, Pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia, pernah menyinggung tentang berkebun emas ini:

Sejatinya yang terjadi pada bekebun emas hanyalah menghutangkan sejumlah emas, atau mengutangkan sejumlah uang dengan memberikan sejumlah bunga. Tidak diragukan itu adalah riba.

Terlebih lagi bila diingat bahwa sejatinya emas dan uang adalah alat tolok ukur nilai barang, dan sebagai alat transaksi, dengan demikian bila uang dan emas digadaikan dengan mengambil keuntungan maka tidak diragukan itu adalah riba.

Ditambah lagi "GADAI" hanya ada bila ada piutang, tidak mungkin ada gadai bila tidak ada piutang. Karenanya, setiap keuntungan yang didapat dari gadai adalah bunga dan itu HARAM.

Adapun menggadaikan hewan ternak yang membutuhkan perawatan, maka bila pemilik hewan ternak tidak memberi pakan kepada ternaknya, maka pemberi piutang/penerima gadai hewan berkewajiban memberi pakan. Dan sebagai gantinya ia dibolehkan mengambil susu, atau menunggangi hewan tersebut seharga pakan yang ia berkan, tidak lebih dan tidak kurang. Dengan demikian tidak ada keuntungan.

Kasus berkebun uang ini semakin mengingatkan kita bahwa umat kita benar-benar telah mengekor umat Yahudi yang melanggar aturan dan syari'at Allah dengan sedikit tipu daya dan akal-akalan.

Nah, setelah mengurai bagaimana praktik berkebun emas dan apa motif yang mendorong investor untuk melakakukan kegiatan semacam itu, dapat kita tarik satu konklusi negatif atas praktik berkebun emas ini. Tidak ada lagi keberkahan yang seharusnya tercermin dari instrumen rahn dengan praktik tersebut. Wallâhu a’lamu bi ash-Shawâb... (rik)

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes