Kamis, 23 Februari 2012

Angsa Emas dalam Perbankan

Oleh: Amalina Fauziah

Fenomena kenaikan harga emas dunia dalam beberapa tahun terakhir ini telah melatarbelakangi terciptanya transaksi-transaksi gadai emas berbasis syariah. Pada awalanya, transaksi gadai emas diberlakukan di perbankan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan nasabah dalam sektor usaha ataupun sektor lainnya. Namun setelah berjalan beberapa waktu, skema gadai itu malah diselewengkan untuk investasi-investasi yang berbau spekulasi. Misalnya pada saat harga emas menurun, baik pihak nasabah maupun bank dihadapkan pada potensi kerugian.
 Adapun transaksi-transaksi gadai emas yang dipakai dalam bank syariah ada dua skema, yakni ‘berkebun emas’ dan ‘angsa emas’. Berkebun Emas adalah skema gadai dengan memberikan pinjaman sekitar 90-100 persen dari nilai emas itu sendiri yang diterima oleh para spekulan (nasabah) kemudian emas tersebut di gadai terus-menerus demi mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Sedangkan Angsa Emas adalah transaksi gadai emas di mana bank mengenakan biaya tambahan di luar nilai gadai emas yang diterima oleh nasabah.
Namun pada pembahasan kali ini akan lebih terkonsentrasi kepada penelusuran mengenai “Angsa Emas dalam Perbankan”.
Metode Angsa Emas yang biasa terjadi di bank syariah selaku penyelenggara transaksi gadai emas adalah: nasabah membeli emas dengan cara meminjam dana kepada pihak bank. Selain itu, terkadang emas yang akan dibeli nasabah disediakan langsung oleh bank dengan tingkat harga yang sedang berkembang pada saat itu. Sehingga hal ini menimbulkan blunder dan kerugian bagi nasabah pada saat harga emas turun.
Dengan kata lain, dalam metode ‘Angsa Emas’ uang nasabah yang berasal dari pinjaman bank dibelikan emas yang kemudian digadaikan kembali kepada bank. Skema itu terjadi berulang-ulang hingga terjadi sampai beberapa tingkat.
Akhirnya, pada saat harga emas mengalami penurunan, nasabah pun menolak menebus emas yang digadaikan tersebut dengan dalih tidak ingin rugi. Alhasil, bank mengalami kerugian dan terjadi penumpukan emas di bank. Sebagaimana yang dituturkan oleh Direktur Pengaturan Perbankan Syariah Bank Indonesia berikut ini:
“Ketika harga emas turun maka nasabah tidak mau membayar biaya tambahan karena harga emas yang berfluktuasi. Oleh karena itu, kami melarang berbagai metode gadai emas yang bertujuan untuk menambah nilai pembiayaan,” kata Mulya Effendi Siregar di Gedung BI Jakarta, Jumat.
Begitu pula dengan pihak nasabah, mereka pun sangat dipastikan akan mengalami kerugian ketika menebus emas-emas tersebut pada saat harga emas turun karena uang yang harus diganti dari hasil gadai tidak sesuai dengan harga emas pada saat ditebus. Selain itu, ada biaya tambahan yang dikenakan bank kepada pihak nasabah di luar nilai gadai emas yang diterima nasabah sebagai ganti nilai tambah dari emas yang terus meningkat di masa yang akan datang.
“Informasi yang diperoleh nasabah dari pihak ketiga tidak pernah menyebutkan adanya penambahan biaya (top up), karena nasabah hanya berasumsi harga emas akan terus naik. Spekulasi semacam ini seringkali terjadi sehingga kami melarang pembiayaan gadai emas dengan metode berkebun emas dan angsa emas," tegas Mulya.
Dengan kata lain, dari sisi teknis spekulasinya, ‘Angsa Emas’ hampir sama dengan ‘Berkebun Emas’ hanya saja terdapat beberapa perbedaan, yakni dari sumber dana pembelian emas di awal, tingkat harga emas yang dipatok oleh pihak bank dan adanya biaya tambahan di luar nilai gadai yang diterima nasabah.
Dari segi sumber modal, dalam metode ‘Berkebun Emas’ nasabah terkait membeli emas dengan dananya pribadi bukan hasil pinjaman dari bank seperti dalam metode ‘Angsa Emas’. Selain itu, pihak bank mematok harga emas dengan harga yang berlaku di masa itu sehingga pada saat nasabah menebus emasnya pihak bank menambahkan biaya pembiayaan atas dasar asumsi harga emas yang terus meningkat.
Walaupun awalnya, penyelenggaraan gadai emas di perbankan syariah bertujuan untuk membantu nasabah yang terdesak dengan masalah pembiayaan, ternyata dalam praktiknya di lapangan semakin tidak sinkron seiring mulai maraknya praktik dua skema tersebut. Hal ini dikarenakan bukti yang mengandung unsur spekulasi yang kental dan memiliki potensi kerugian baik bagi pihak bank maupun pihak nasabah terkait.
Sehingga, BI (Bank Indonesia) mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang mengatur gadai emas itu pada akhir Januari 2012. Bahkan BI bukan hanya menetapkan sederet rambu-rambu, tapi juga menyiapkan sanksi tegas bagi bank yang melanggar.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) kembali menegaskan bahwa transaksi emas merupakan bisnis yang diperbolehkan dalam perbankan syariah. Ketua DSN MUI, KH. Ma’ruf Amin, turut menyinggungnya, “Hal ini sudah diatur dalam fatwa yang dikeluarkan lembaga tersebut.” Meskipun demikian, ia menjelaskan bahwa bisnis ini tidak bisa dilakukan jika terdapat unsur spekulasi di dalamnya. Namun, jika untuk investasi hal ini sah saja dilakukan nasabah.
Sementara itu, menanggapi akad qard dalam gadai emas, KH. Ma’ruf Amin menegaskan  bahwa akad qard tersebut boleh dipakai. “Asalkan tidak ada beban alias jangan ada tambahan dana. Kalau itu melanggar DSN,” ujarnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pihak DSN MUI memberikan izin dan mengesahkan transaksi gadai emas di atas. Namun dengan syarat harus dipersamakan dengan akad qardh di mana tidak ada unsur tambahan pembiayaan di akhir masa gadai. Wal-Lâhu A’lamu bish-Shawâb...

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes